By: Agus Nizami
Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat Natal
Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal
ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum
fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang
rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :
1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim
dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu
Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh
Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat
Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari
syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap
hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil.
Firman Allah swt :Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin.
Firman Allah swt yang Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil.
Firman Allah swt :Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin.
Firman Allah swt yang Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin
khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di
Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan
kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau
Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan
maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau
berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib,
firman-Nya yang Artinya , “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
firman-Nya yang Artinya , “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam
pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas
agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah
kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah
dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah
dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan
juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang
diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)
Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia)
pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu
mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil
baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk
bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih ”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih ”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat. Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah :
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat. Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah :
Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan)
dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak
memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan
bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan
meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :
Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Al Kalibi mengatakan
bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula
dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah
Khuza’ah.
Mujahid mengatakan bahwa
ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah.
Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah
kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka
Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah
disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX
hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam
Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi
dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah
saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kamu
memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian
bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah
jalannya.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan sempitkan jalan
mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan
tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum
muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai
maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi
penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke
jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi
Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)
Hadits “menyempitkan jalan” itu
menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan
orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi
direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah
sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur
dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.
Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob
pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya
yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih
pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi
Tholib dalam kasus beju besinya.
Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non
muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus
mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan
pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap
seseorang muslim ataupun umat islam.
Keadaan justru sebaliknya, orang-orang
non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik
pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan
dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan
terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah
mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di
daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.
Bukan berarti dalam kondisi dimana
orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus
kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui
ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa
mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang
bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.
Tentunya diantara mereka—orang-orang non
muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya
maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan
perbuatan baik pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”(QS. Al Kafirun : 6)
Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”(QS. Al Kafirun : 6)
Hari Natal adalah bagian
dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari
inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan
Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau
kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat /
merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka
adalah Allah yang mejelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal
ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan
alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam
merayakannya (aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya, Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya, Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal
kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat,
tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.
Namun demikian setiap muslim yang berada
diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang
tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang
bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang
pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau
kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim
maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang
Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan.
Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan
keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar
dan bertaubat.
Diantara kondisi terpaksa misalnya;
jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada
boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi
hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan
Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya,
diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang
tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan
Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan
mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)
Adapun apabila keadaan atau kondisi
sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama
sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang
Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar