AHMADIYAH TIDAK SESAT

JEMAAT AHMADIYAH TIDAK TERMASUK ALIRAN SESAT MENURUT 10 KRITERIA ALIRAN SESAT MUI
 
Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam Rakernasnya tanggal 4-6 November 2007 di Hotel Sari Pan Facifik telah menetapkan 10 kriteria aliran sesat (sebagaimana dimuat harian Indo Pos, Rabu 7 Nopember 2007, halaman 1), sebagai berikut:

1.    Mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam,
2.    Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil Syar’i (Al Qur’an dan As Sunnah),
3.    Meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an,
4.    Mengingkari autentisitas dan kebenaran Al Qur’an,
5.    Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir,
6.    Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
7.    Menghina, melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rosul,
8.    Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul terakhir,
9.    Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat,
10.  Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil Syar’i.



T A N G G A P A N   A H M A D I Y A H

1.    Mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam,

Tanggapan: Ahmadiyah berpegang teguh kepada rukun Imam dan rukun Islam pernyataan pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, “Sesungguhnya kami orang-oragn Islam yang beriman kepada Allah yang Tunggal, yang segala sesutu bergantung pada-Nya, yang Maha Esa, dengan pengakuan ‘tidak ada Tuhan kecuali Dia’; kami beriman kepada kitabullah Al Qur’an dan Rasul-Nya, paduka kita Muhammad Khataam para Nabi; kami beriman kepada Malaikat, Hari Kebangkitan, Surga dan Neraka  . . . dan kami menerima setiap yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik kami mengerti atau kami tidak emgnerti rahasianya serta kami tidak megnerti hakikatnya; dan berkat karunia Allah, aku termasuk orang-orang mukmin yang meng-esakan Tuhan dan berserah diri.” (Nurul Haq, Juz I, halaman 5)


2.    Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al Qur’an dan As Sunnah),

Tanggapan: Ahmadiyah meyakini dan mengikuti akidah Al Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW. Pendiri Ahmadiyah menyatakan dengan tegas: “Tidak masuk kedalam Jemaat kami kecuali orang yang telah masuk ke dalam Islam dan mengikuti Kitab Allah dan Sunnah-sunnah pemimpin kita sebaik-baik manusia (Muhammad Rasulullah SAW) dan beriman kepada Allah, Rasul-Nya yang maha mulia yang maha pengasih dan beriman kepada khasyr dan nasyr, surge dan neraka jahiim; dan berjanji dan berikrar bahwa ia tidak akan memilih agama selain agama Islam dan akan mati di atas agama ini, agama fitrah dengan berpegang teguh kepada kitab Allah yang Maha Tahu; dan mengamalkan setiap yang telah ditetapkan dari Sunnah, Al Qur’an dan Ij’ma’ para sahabat yang mulia; siapa yang megnabaikan tiga eprkara ini sungguh ia telah membiarkan jiwanya dalam api neraka. (Lihat buku Ruhani Khazain jilid XIX, hal.315 dan Mawahibur-Rahman hal 96).

3.    Meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an,

Tanggapan: Kriteria tersebut bertentangan dengan Al Qur’an surah Asy Syura, 42:52 yang artinya, “Dan tidaklah mungkin bagi manusia agar Allah berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu langsung atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang Rasul guna mewahyukan apa yang dikehendaki-Nya dengan izin-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Luhur, Maha Bijaksana.”


Kalimat ‘yukallimahullahu’ dalam ayat ini berbentuk fi’il mudhori yang menunjukkan waktu sekarang, dan akan dating. Ini menunjukkan bahwa wahyu itu akan terus berlangsung. Dan itu adalah sifat mutakallim Allah yang kekal. Fakta membuktikan sesudah Rasulullah Muhammad SAW wafat, para sahabat yang akan memandikan jenazah nabi Muhammad SAW mendapat wahyu, “Mandikanlah Nabi SAW sedang padanya ada pakaiannya (Hadits Al Baihaqi dari Siti Aisyah r.a. dalam Tarikhul Kamil jil. 2 halaman 16 dan Misykatus Syarif jil. 3 babul Kiromat hal. 196-197.

Ahmadiyah meyakini Al Qur’an itu wahyu Allah yang mengandung syariat yang lengkap dan terakhir, karena itu tidak akan ada wahyu lagi sesudah Nabi Muhammad SAW yang mengandung syariat yang mengganti atau merubah syariat Al Qur’an. Sedang wahyu yang diturunkan hanya untuk menjelaskan dan menjunjung tinggi Al Qur’an akan tetap ada sampai kiamat seperti wahyu-wahyu yang pernah diterima para Sahabat Nabi Muhammad SAW,  Khalifah Umar bin Khatab, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Muhyiddin Ibnu Arabi dan lain-lain. (lihat buku Kami Meyakini Kebenaran Muhammad SAW sebagai Khataman Nabiyyin dan Tidak ada Nabi sesudah beliau, halaman 37 s/d 39.)

4.    Mengingkari autentisitas dan kebenaran Al Qur’an,

Tanggapan:  Ahmadiyah meyakini Al Qur’an yang kita warisi sekarang ini asli sebagaimana diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dulu, dan Ahmadiyah menerimanya secara utuh. Bahkan pendiri Ahmadiyah menyatakan: Siapa yang menambah atau menguranginya maka mereka itu tergolong setan…. Kami tidak menambah sesuatu dan tidak pula mengurangi sesuatu dari Al Qur’an dan diatasnya kami hidup dan mati. Siapa yang menambah pada syariat Al Qur’an ini seberat dzarroh (atom) atau menguranginya atau menolak akidah ijma’iyah. Maka baginya kutukan Allah, malaikat dan manusia semuanya …Al Qur’an sesudah Rosulullah SAW terpelihara dari perubahan orang-orang yang merubah dan kesalahan dari orang-orang yang menyalahkan. (Kitab Mawahibur Rahman hal. 285, lihat buku Memahami Wahyu Ilahi Yang Maha Suci, halaman 28 dan 29).

5.    Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir,

Tanggapan: Ahmadiyah menafsirkan Al Qur’an berdasarkan 7 kriteria penafsiran yaitu:
1.      Dengan Al Qur’an sendiri. Tafsir suatu ayat tidak boleh bertentangan dengan ayat yang lain,
2.      Dengan tafsir Rasulullah SAW. Jika satu arti dari ayat Al Quran terbukti telah diartikan oleh Rasulullah SAW maka kewajiban seluruh orang Islam untuk menerima itu tanpa keraguan dan keseganan sedikitpun,
3.      Dengan tafsir para Sahabat Rasulullah SAW. Sebab mereka adalah pewaris utama dan pertama dari nur ilmu-ilmu nubuwat Rasulullah SAW,
4.      Dengan merenungkan isi Al Quran dengan jiwa yang disucikan,
5.      Dengan Bahasa Arab,
6.     Dengan hukum Alam, sebab tidak ada pertentangan antara tatanan rohani dengan tatanan alam semesta,
7.      Dengan tafsir yang diperoleh melalui bimbingan langsung dari Allah seperti wahyu, mimpi, dan kasyaf. (disarikan dari buku ‘Barakatud do’a’, karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad).

6.    Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam,

Tanggapan:  Ahmadiyah tidak mengingkari hadist Nabi sebagai sumber ajaran islam, bahkan mendudukkannya sebagai sumber ke 2 sesudah Al Qur’an.

7.    Menghina, melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rosul,

Tanggapan:  Ahmadiyah menghormati dan mengimani semua Nabi dan Rosul Allah dan Muhammad SAW sebagai Khattaman Nabiyyin dan Penghulu semua Nabi sebagaimana sabda Rosulullah SAW : “Aku adalah penghulu para nagi yang terdahulu dan para Nabi yang dibelakang” (HR. Ad-Dailami)

8.    Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul terakhir,

Tanggapan:  Ahmadiyah tidak mengingkari Muhammad sebagai  Nabi dan Rosul terakhir, pembawa syariat Islam yang sempurna bahkan Ahmadiyah senantiasa membela dan menyiarkan Islam ke seluruh dunia sampai-sampai Pendiri Ahmadiyah telah menulis 84 judul buku untuk keperluan itu. ((lihat buku Kami Meyakini Kebenaran Muhammad SAW sebagai Khataman Nabiyyin dan Tidak ada Nabi sesudah beliau)

9.   Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat,

Tanggapan: Ahmadiyah tidak mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat, bahkan Ahmadiyah berupaya melaksanakan semua sunnah Rosulullah saw dan Ijma sahabatnya Yang Mulia. Pendiri Ahmadiyah menyatakan : “Kami berlepas diri dari semua kenyataan yang tidak disaksikan syariat Islam.”  Terlebih karena ada hadist: “ Siapa yang benci kepada Sunnah-ku (Rosulullah SAW) berarti dia bukan golonganku”.

10.  Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i,

Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengafirkan seorangpun yang mengaku Islam atau mengucapkan dua Kalimah Syahadat karena ada hadist berbunyi : “Orang yang mengucapkan kafir kepada orang Islam, ucapan itu akan kembali kepada diri orang yang mengucapkan itu”.

 Namun demikian perlu diingat dan dipedomani bahwa Nabi Besar Muhammad SAW telah membuat definisi seorang dikatakan Muslim. Misalnya, “Siapa saja yang shalat sebagaimana shalat kami, menghadap kepada kiblat kami dan memakan sesembelihan kurban kami, maka itu petunjuk bagimu sebagai seorang muslim. Ia menjadi tanggungan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, janganlah kamu merusak tentang tanggungan Allah itu.” (Bukhari dan An Nasaai dan Kanzul Umal juz 1/398).

Bahkan dalam suatu riwayat Rasulullah Muhammad SAW sangat marah ketika sahabatnya membunuh musuh yang telah mengucapkan syahadat dan sahabat itu sangat menyesali perbuatannya itu. Demikian juga Rasulullah Muhammad SAW telah menyatakan kriteria orang yang tidak sesat yaitu orang yang berpegang teguh kepada Kitab Allah, yakni Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagaimana sabdanya, “Aku tinggalkan dua perkara kepada kamu, kamu tidak akan sesat selamanya jika berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Al Muwatha’).

Dengan demikian Ahmadiyah sama sekali tidak termasuk dalam kategori aliran sesat seperti yang diasumsikan oleh MUI.


Jakarta, 8 November 2007
P.B. Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Jubilee Khilafat

Love For All...

Ayaddahu Biruhil Qudus

Harap Kembali, pintu selalu terbuka.

Jazakumullah ahsanal jaza... Terimakasih atas kunjungannya, semoga diberkahi dan lain kali berkunjung kembali.