KHALIFAH ISLAM - KHALIFAH AHMADIYAH



KHILAFATAN ‘ALA MIN HAJJI NUBUWWAH

1 2

  • Ayat 56: Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka ; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka ; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka. [2057]


Keterangan nomor 2057
: Sebab ayat ini berlaku sebagai pendahuluan untuk mengantarkan masalah khilafat, maka ayat dalam ayat-ayat 52-55 berulang-ulang diberi tekanan mengenai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tekanan ini merupakan isyarat mengenai tingkat dan kedudukan seorang khalifah dalam Islam. Ayat ini berisikan janji, bahwa orang-orang Muslim akan dianugerahi pimpinan ruhani maupun duniawi. Janji itu diberikan kepada seluruh umat Islam, tetapi lembaga khilafat akan mendapat bentuk nyata dalam wujud perorangan-perorangan tertentu, yang akan menjadi penerus Hazrat Rasulullah saw serta wakil seluruh umat Islam. Janji mengenai ditegakkannya khlafat adalah jelas dan tidak dapat menimbulkan salah paham. Sebab kini Hazrat Rasulullah saw satu-satunya hadi (petunjuk jalan) umat manusia untuk selama-lamanya, khilafat beliau akan terus berwujud dalam salah satu bentuk di dunia ini sampai Hari Kiamat, karena semua khilafat yang lain telah tiada lagi. Inilah di antara yang lainnya banyak  keunggulan, merupa-kan kelebihan Hazrat Rasulullah saw yang menonjol di atas semua nabi dan rasul Tuhan lainnya. Zaman kita ini telah menyaksikan khalifah ruhani beliau yang terbesar dalam wujud Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Lihat juga Edisi Besar Tafsir dalam bahasa Inggris, (hal. 1869 – 1870).

Jika kita perhatikan ayat ke 56 dari surat An Nur ini maka akan diketahui siapa subyek atau pelaku dan siapa obyeknya dari isi ayat tersebut. Allah Ta’ala sendiri yang telah berjanji ini terbukti pada kata (wa’adallahu) yang merupakan fi’il madhi dalam tata bahasa Arab yang memiliki arti “Allah telah berjanji”. Lihat pula dibelakang kata (wa’ada) terdapat kata Allah, sehingga bermakna “Allah yang telah berjanji”, sehingga dalam hal ini Allah sebagai subyek atau pelaku.

Kemudian janji itu dibuat untuk siapa? Ayat 56 surat An Nur menjawab bahwa janji ini diberikan kepada “orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang sholeh”. Karena dalam konteks kalimat ayat tersebut hal itulah yang menjadi obyeknya. Jadi untuk urusan khilafat ini merupakan pekerjaan dan proyek dari Allah Ta’ala sendiri. Dan ini berlaku semenjak zaman dahulu kala dan dalam koridor Islam.

Dalam hal khilafat ini tentunya untuk hal yang terbaik kita akan menyimak beberapa nasihat dan penjelasan dari Hazrat Khalifatul Masih V atba3 sbb:

Hadhrat Rasulullah saw bersabda, ( تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ الله ُأَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيّاً ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ُثمَّ سَكَتَ ).

Kenabian akan tetap ada pada kalian selama waktu yang dikehendaki Allah Ta’ala. Setelah itu akan berdiri Khilafat ‘Ala Minhaajin Nubuwwah. Khilafat itu akan berjalan diatas jalan Nabi. Khilafat tersebut tidak akan mencari kepentingan dan keuntungan pribadi. Mereka akan melanjutkan dan memajukan pekerjaan Nabi itu. Tetapi setelah beberapa lama kemudian Khilafat itu yakni Khilafat Rasyidah akan berakhir. Ni’mat itu akan diambil kembali dari tangan kalian. Setelah itu akan berdiri kerajaan yang tidak menyenangkan rakyat sehingga rakyat akan merasa susah sekali. Kemudian akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih buruk dan lebih kejam dari itu. Selanjutnya, rahmat Allah pun turun kemudian akan berdiri Khilafat ‘Ala Minhaajin Nubuwwah.”4

Kita telah menyaksikan dalam sejarah Islam bahwa sekalipun selama masa-masa yang berbeda timbul para pemimpin bangsa di kalangan Islam yang menamakan diri mereka Khalifah, dan menyatakan kedudukan mereka sebagai Khalifah, tetapi sebagian besar umat Islam hanya mengakui empat orang Khalifah yang terpilih setelah Hadhrat Rasulullah saw wafat saja yang disebut Khulafa Ar-Rasyidin. Masa itulah yang disebut masa Khilafat Rasyidah, yakni khilafat yang diberkati hidayah (petunjuk, bimbingan oleh Allah Ta’ala) dan penyebarannya.

Para Khalifah itu menjalankan syariat Islam sesuai yang mereka saksikan Hadhrat Rasulullah saw menjalankannya. Mereka menjalankan Nizham Khilafat sesuai dengan ajaran-ajaran Alqur’anul Karim. Mereka tidak menjalankan Khilafat seperti sebuah Khandaani Badsyaahat (kerajaan keluarga yang turun-temurun), melainkan Allah Ta’ala menyelimutkan jubah Khilafat kepada mereka melalui Jemaat orang-orang mu’miniin (beriman). Sedangkan para Khalifah yang berkuasa selain dari mereka merupakan Khalifah keluarga secara turun-temurun.

Kalimat demi kalimat nubuwatan Hadhrat Rasulullah saw telah sempurna. Ketika kedua jenis nubuwatan beliau saw itu telah sempurna, maka pada bagian ujung/akhir nubuatan yang beliau sabdakan itu pun telah sempurna pula. Setelah menyaksikan keadaan orang-orang Muslim yang sangat berubah dan kemunduran umat Islam yang sangat cepat itu maka Tuhan Yang telah mengutus Hadhrat Rasulullah saw dengan syari’at yang berlaku sampai Hari Kiamat, Rahmat dan karunia-Nya menggelora dan Khilafat ‘Ala Minhaajin Nubuwwah Dia tegakkan kembali diatas dunia. Kita orang-orang Ahmadi yakin bahwa rahmat Tuhan itu telah bergelora untuk menyempurnakan janji-Nya terhadap Hadhrat Rasulullah saw. Dan dengan menyempurnakan nubuatan beliau itu Khilafat ‘Ala Minhaajin Nubuwwah telah ditegakkan-Nya kembali melalui Hadhrat Masih dan Mahdi Mau’ud as. Beliau as telah dianugerahi kedudukan Nabi Ummati, begitu pun kedudukan Khatamul Khulafa telah dianugerahkan kepada beliau as. Itu artinya, sekarang mata rantai Khilafat Baginda Nabi Muhammad saw hanya akan berlangsung melalui Ghulam Sadiq (pelayan sejati) beliau saw, dan ia merupakan Khatamul Khulafa.

Maka dari itu, kita sangat bernasib baik dan beruntung telah menjadi bagian dari sempurnanya khabar suka Hadhrat Rasulullah saw itu yakni kita telah mendapat anugerah kembali Khilafat ‘ala minhajjin nubuwat yang akan berlangsung sampai Hari Kiamat. Dan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dinubuatkan di dalam Surat Jumu’ah ayat 4 dengan firman-Nya, {وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} yang artinya: “Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka.” Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud as. adalah orang yang telah dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw yang akan membawa kembali iman kebumi yang sudah terbang ke bintang Tsurayya. Dan kita telah termasuk kedalam golongan orang-orang yang telah beriman kepada beliau as. Allah Ta’ala telah memberi taufiq kepada kita untuk menyampaikan pesan salam Hadhrat Rasulullah saw kepada Masih dan Mahdi as. dan Dia-pun telah memberi taufiq kepada kita untuk baiat kepada Khilafat yang berlangsung setelah Hadhrat Masih dan Mahdi as.

Semua berkat dan karunia ini menuntut setiap Ahmadi untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala dan mengadakan perubahan suci pada diri mereka dan itu merupakan kewajiban semua orang yang telah beriman kepada utusan-Nya. Jika itu dilakukan barulah hak dan kewajiban Baiat itu akan dapat kita penuhi. Tugas dan kewajiban Hadhrat Masih dan Mahdi Ma’hud adalah untuk membawa kembali iman dari atas bintang Tsurayya ke bumi dan menuangkannya kedalam kalbu orang-orang yang telah beriman kepada beliau as. Dan, setiap Ahmadi menjadi saksi bahwa beliau as. telah menyempurnakan tugas dan kewajiban beliau as itu.

Namun demikian, menanamkan semangat iman itu tidak terbatas hanya sampai pada waktu beliau masih hidup atau tidak terbatas hanya untuk beberapa kurun waktu tertentu saja, sebab setelah menyampaikan nubuatan tentang Khilafat ‘Ala Minhaajin Nubuwwat itu Hadhrat Rasulullah saw berhenti tidak bersabda lagi. Ini mengisyaratkan Khilafat itu akan berlangsung sampai Hari Kiamat dan iman pun akan tetap berdiri dengan megahnya sampai Hari Kiamat. Setiap orang yang menyebut dirinya telah tergabung kedalam Baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as berkewajiban untuk menanamkan iman itu kedalam lubuk hatinya dan harus tetap berpegang teguh kepada Nizham Khilafat yang telah berdiri setelah Hadhrat Masih Mau’ud as dan harus berusaha untuk menjadi mazhhar (penampakan) Iman dan menegakkan tauhid Ilahi di seluruh pelosok dunia.

Allah Ta’ala telah mengirimkan Aqa-o-Mutha (Jujungan yang Ditaati) Hadhrat Muhammad shallAllahu ‘alaihi wa sallam untuk tugas ini jugalah, Dia telah mengutus seorang pecinta beliau saw, Hadhrat Masih Mau’ud as serta untuk tugas ini jugalah Hadhrat Rasulullah saw telah menubuatkan tentang Khilafat yang akan berlangsung hingga hari kiamat. Sungguh, ketika Hadhrat Masih Mau’ud as memberikan kabar yang menyedihkan kepada Jemaatnya tentang kewafatannya, beliau as juga memberikan kabar suka akan berdirinya Khilafat.

Beliau as menulis: “Karena sejak dahulu begitulah sunnatullah, bahwa Allah Ta’ala menunjukan dua kudrat-Nya supaya diperlihatkan-Nya bagaimana cara menghapuskan dua kegirangan yang bukan-bukan dari musuh, maka sekarang tidak mungkin Allah Ta’ala akan meninggalkan sunah-Nya yang tidak berubah-ubah itu. Maka janganlah kalian bersedih hati karena uraian yang aku terangkan di depan kalian ini. Janganlah hati kalian menjadi kusut karena bagi kalian perlu pula melihat Kudrat yang kedua. Kedatangannya kepada kalian membawa kebaikan karena Dia selamanya akan tinggal bersama kalian dan sampai hari kiamat, silsilah ini tidak akan terputus.”5

Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, “Sejak dahulu sunnatullah itu kekal, bahwa Allah Ta’ala menunjukkan dua Kudrat-Nya”, dan kita semua paham betul bahwa Kudrat kedua itu adalah Nizham Khilafat. Nizham Khilafat itu sangat erat hubungannya dengan kemajuan Agama dan ia adalah bagian dari Syariat Islam. Kemajuan Agama tidak mungkin dapat dicapai tanpa Nizham Khilafat. Persatuan dan kesatuan Jemaat tidak mungkin dapat ditegakkan tanpa Khilafat.

Hadhrat Khalifatul Masih V atba menasehatkan bahwa Insya Allah, karunia Khilafat sekarang ada di sini dan Dia terus melanjutkannya namun mereka yang tidak paham atau melupakan janji mereka sendiri, yaitu janji mengutamakan keimanan atau agama diatas hal-hal duniawi, tetapi malah lebih mendahulukan duniawi daripada keimanan mereka sendiri, akan kehilangan karunia ini. Dan jika mereka tidak memenuhi syarat-syarat yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk karunia nikmat Khilafat, maka mereka akan kehilangan karunia tersebut.

Allah Ta’ala telah berjanji untuk mengubah ketakutan menjadi kedamaian melalui Khilafat, namun, janji ini ialah bagi mereka yang memenuhi huququllah (hak-hak Allah), yang pertama dari antara huququllah (hak-hak Allah) adalah (يعبدونني) ‘ya’buduunanii’ – “Mereka senantiasa beribadah kepada-Ku” – “Jika kalian ingin menikmati karunia Khilafat tersebut, maka mau tak mau kalian harus menunaikan hak ibadah, senantiasa jagalah shalat-shalat kalian yang lima dan berihal perhatian penunaiannya dengan cara yang sebaik-baiknya.” Segi yang kedua dari huququllah (hak-hak Allah) adalah (لا يشركون بي شيئا) ‘laa yusyrikuuna bii syai-a’ “mereka tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” Bagi setiap manusia ada hal-hal yang sangat disukai di dunia ini. Di negeri ini khususnya (Jerman), mereka yang mengejar dan berlomba-lomba dalam hal materi, dan nampaknya sebagian orang Jemaat mengutamakan hal-hal duniawi daripada perintah-perintah Allah Ta’ala sampai-sampai mereka mengunakan kedustaan dan pernyataan tidak benar untuk memperoleh manfaat-manfaat duniawi. Itu termasuk salah satu corak dari syirk, menyekutukan Allah Ta’ala. Orang-orang semacam itu tidak dapat menikmati keberkahan sejati dari Khilafat.

Hadhrat Khalifatul Masih V atba menasehatkan lagi: Jika berpisah dari Khilafat maka sedikit pun tidak akan dapat bekerja dengan baik. Jika manusia menganggap hasil baik dari suatu pekerjaan karena ilmunya dan karena kepandaian serta kecerdasannya yang khas, maka hal itu semata-mata merupakan anggapan yang sangat keliru. Suatu pekerjaan yang dilakukan atas nama Agama namun terpisah dari Nizham Khilafat maka sebesar zarrah pun tidak akan ada berkatnya. Sebagaimana telah saya katakan, orang yang melepaskan diri dari Khilafat telah melihat sendiri bukti akibat dari perbuatan mereka. Jumlah pengikut mereka setiap hari semakin berkurang. Kedudukan markaz mereka sudah lenyap. Nizham mereka sudah tanpa pelindung lagi.

Kecintaan dan ketaatan kepada Khilafat-lah yang dapat menarik rahmat dan karunia Allah Ta’ala dan natijahnya timbul dengan sangat baik. Sebab Khilafat adalah sebuah Nizham yang ditegakkan oleh Allah Ta’ala. Karena itu, sekarang untuk kemajuan Agama Islam setiap usaha yang dilakukan dikaitkan dengan Khilafat.

Huzur V atba menasehatkan dan memberikan penekanan dengan pesan sbb: Ketahuilah! Kemajuan Jemaat kita tidak bergantung pada keilmuan para ulama [dalam Jemaat], bukan bergantung pada akal kecerdasan orang-orang pintar [dalam Jemaat] dan kemahiran mereka yang menguasai ilmu-ilmu duniawi [di kalangan Jemaat]. Jika mereka yang memiliki wawasan kerohanian, hikmah kebijaksanaan dan memiliki kecerdasan dalam persoalan duniawi serta kemampuan yang luar biasa dapat menciptakan hasil yang gemilang, maka hal itu hanya dan hanya dapat terjadi sebagai sebuah karunia Allah dan berkat hubungan mereka dengan Khilafat karena Allah Ta’ala telah menjanjikan berbagai keberkatan dan pencapaian dalam hal ini bagi mereka yang berpegang teguh pada Khilafat.

Banyak anggota pengurus yang menyangka jabatan mereka adalah jabatan duniawi. Hudzur nasehatkan pada mereka, “Janganlah mengatakan jabatan atau kedudukan ini dan itu.’ Namun katakanlah ‘pengkhidmatan’, ‘Kami berkhidmat di dalam Jemaat di bidang ini dan itu.’ Jika Allah Ta’ala telah memberi mereka kesempatan mengkhidmati agama, hendaklah mereka menambah terus keilmuan mereka dalam hal agama dan terus maju dalam hal keikhlasan, kesetiaan, ketakwaan dan hubungan mereka dengan Khilafat.

Dengarlah selalu nasihat-nasihat Khalifah-e-Waqt dan berusahalah untuk mengamalkannya. Tingkatkanlah hubungan dengan Khilafat!” Orang-orang yang memahami hal itu dan mengamalkannya, mereka memperoleh banyak sekali perubahan dalam diri mereka.Tidak diragukan lagi, mulaqat (perjumpaan) secara pribadi dengan Khalifah-e-Waqt membuat hubungan dan kecintaan mereka semakin meningkat bahkan bagi kedua belah pihak. Namun demikian, jika para cendekiawan Jemaat serta para pengurus dalam berbagai kesempatan terus menyampaikan pentingnya Khilafat di kalangan anggota Jemaat, maka keimanan dan jalinan ikatan mereka akan semakin kuat dan erat. Para pengurus, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan para Sadr Lajnah Imaillah berbicara tentang pentingnya jabatan yang mereka pegang seraya menyebutkan “Saya adalah wakil Hudhur atau Khalifah-e-Waqt”, namun mereka tidak menanamkan pentingnya hubungan dengan Khalifah di dalam hati dan pikiran para Ahmadi sebagaimana mestinya. Jika mereka melakukan hal ini, yaitu menanamkan perihal pentingnya Khilafat dan menjalin hubungan dengan Khalifah, maka pentingnya jabatan yang mereka emban juga akan meningkat. Inilah tanggungjawab para ulama Jemaat. Para ulama Jemaat (Cendekiawan Jemaat) ialah para du’aat (para dai, mubaligh), pengurus atau mereka yang memiliki pengetahuan agama.

Hendaklah mereka menjadi penolong dan penyokong Khilafat serta mereka menjadikan amal perbuatan mereka sesuai dengan petunjuk dan nasehat Khalifah-e-Waqt. Hendaklah mereka memberi nasehat kepada yang lain berdasarkan hal itu (sabda dan petunjuk Khalifah). Merupakan sebuah kesalahan apabila menganggap selesai menjalankan kewajiban hanya dengan sekali saja memberikan penekanan tentang pentingnya Khilafat, melainkan berikanlah berulang kali perihal penguatan jalinan dengan Khilafat.

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra dalam sebuah khotbah memberi nasihat sangat penting kepada para Murabbi dan para Ulama Jemaat dengan sabdanya: “Setiap orang mu’min yang mencintai Agama dan memiliki keikhlasan bagi Jemaat dan menghendaki agar nama baik Silsilah Allah Ta’ala tetap berdiri tegak dan kehormatan Islam dapat diperoleh seperti yang pernah diperoleh di zaman Hadhrat Rasulullah saw dan agar untuk itu usaha keras Hadhrat Masih Mau’ud as jangan sia-sia, maka mereka harus giat berusaha keras siang-malam bekerja sama dengan Khalifah-e-Waqt, agar keadaan bathin Jemaat memperoleh perbaikan. Nasihat Khalifah-e-Waqt harus disampaikan berulang kali dan berulang kali di depan para anggota Jemaat sehingga orang-orang yang kurang cerdas dan berakal tumpulpun akan betul-betul faham dan akan memperoleh jalan lurus untuk berlaku secara benar di atas ajaran Agama.”6

_______________________

1 Penulisan ayat-ayat Al Qur’an pada literatur ini menggunakan metode ‘Basmalah’ dihitung sebagai ayat yang berdasar pada hadits Nabi Besar Al Mushtofa SAW riwayat Sahabat Ibnu Abbas ra yang menunjukkan bahwa setiap ‘Basmalah’ pada setiap surat adalah ayat pertama surat itu (kecuali Qs At Taubah):

Nabi saw tidak mengetahui pemisahan antara surat itu sehingga Bismillahir Rohmaanir Rohiim turun padanya. (HR Abu Daud “Kitab Sholat” & Al Hakim dalam Al “Mustadrak”)

2 Qs An Nuur (24): 56

3 Khotbah Jumat 29 Mei 2015/Hijrah 1394/10 Sya’ban 1436 HQ: Keberkatan Khilafat

4 Musnad Ahmad ibn Hanbal

5 Al-Wasiyat, hal 7

6 Khuthubaat-eMahmud, jilid 18, h. 214-215.


#Ahmadiyah, #Khalifah Islam, #Mirza Masroor Ahmad, #Khalifah Ahmadiyah

Tidak ada komentar:

Jubilee Khilafat

Love For All...

Ayaddahu Biruhil Qudus

Harap Kembali, pintu selalu terbuka.

Jazakumullah ahsanal jaza... Terimakasih atas kunjungannya, semoga diberkahi dan lain kali berkunjung kembali.