Sesuai dengan kondisi yang pas maka saya 'copas'kan tentang peringatan natal bagi Syria Orthodox. Silahkan menyimak: (rujukannya disini)
March 5, 2011
Tilawatil Injil Dalam Peringatan Natal
KETERANGAN : Gambar Diatas adalah Foto Kegiatan Natal Ortodoks Syria Surabaya
Jamaah
Kristen Ortodoks Syria di Indonesia menyelenggarakan Natal 7 Januari,
sesuai dengan keyakinan mereka tentang kelahiran Yesus Kristus, Injil
dan doanya dibaca dalam bahasa Arab.
Peringatan
Natal malam itu berlangsung khidmat. Pemimpin spiritualitas dalam acara
keagamaan itu, Bambang Noorsena, membaca doa dalam bahasa Arab yang
fasih. Selain memohon kedamaian buat bangsa Indonesia yang tengah
dilanda konflik berbau agama, pembaca doa yang malam itu mengucapkan :
Allahummaghfir lanaa dzunuubanaa . . . .
Para
jamaah yang hadir tak kalah khusyu'. Sambil mengangkat kedua telapak
tangan menengadah ke wajah setiap kali doa diucapkan mereka serempak
menyebut "Amin". Bahkan layaknya umat Islam mengusap wajah ketika doa
usai dibacakan.
Jauh
sebelum doa penutup itu dibacakan, peringatan Natal yang digelar umat
Kristen Ortodoks Syria di Jakarta itu juga menampilkan prosesi yang tak
kalah unik. Menjelang pukul 19.00, Kamis (27/1) lalu, para jamaah sudah
memenuhi Ballroom Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Tak lama, para hadirin yang
duduk rapi segera berdiri ketika Arak-arakan Injil begitu mereka
menamakan prosesi masuk dengan pimpinan seorang wanita berjilbab putih.
Berjalan beriringan menuju panggung, peserta arak-arakan menyanyikan
Trisagion atau puji-pujian kepada Allah dan Yesus dalam bahasa Arab yang
juga fasih.
Setelah
para hadirin duduk kembali, diatas panggung dengan backdrop sebuah
tulisan Arab, pemimpin arak-arakan itu mengangkat Injil. Lagi-lagi dalam
bahasa Arab yang fasih, dia membacakan Surat Ibrani 1:5, yang berisi
tentang kelahiran Isa Almasih. Acara selanjutnya adalah sebuah prosesi
yang unik dan khidmat yang didalamnya nuansa Timur Tengah demikian
dominan. Seluruh peserta arak-arakan menlantunkan nasidul milad atau
puji-pujian untuk Isa Almasih dalam bahasa Arab, mirip sekelompok jamaah
pengajian Islam membacakan shalawat badar dalam peringatan Maulid Nabi
SAW.
Tapi,
dari seluruh rangkaian prosesi itu, tilawatil Injil al-Muqaddas atau
pembacaan ayat-ayat Injil berbahasa Arab adalah bagian yang menarik.
Penguasaan tajwid pembacanya, wanita berjilbab putih tadi, sangat prima.
Sampai-sampai Ketua Yayasan Wakaf Paramadina Dr. Komaruddin Hidayat,
dalam sambutan kehormatannya pada acara itu berkomentar : "Kalau Mbak
yang tadi membaca Injil disuruh membaca Al-Qur'an, jangan-jangan
penguasaan tajwidnya lebih baik ketimbang saya".
Ayat
yang dibaca dicuplik dari Injil Yahya/Yuhanna 1 ayat 1-3, serta ayat 14
dan 18. Ayat-ayat itu antara lain menjelaskan bagaimana firman Allah
menjelma menjadi sosok yang kasat mata, yang oleh kalangan Kristen
diyakini sebagai Yesus Kristus. Uniknya, jika kalangan Muslim membaca
shadaqallaahu al-'Adhiim (Maha benar Allah yang Agung) seusai membaca
Al-Qur'an, maka pembaca Injil itu mengakhiri qiraatnya dengan membaca
al-majdu lillaahi daaiman (Segala kemuliaan senantiasa bagi Allah).
Menurut
Bambang, dia dan jamaah merayakan Natal setiap 7 Januari, sesuai dengan
keyakinan mereka tentang kelahiran Yesus. Perbedaan tanggal ini, kata
dia, terjadi karena antara Gereja Barat dan Gereja Timur terjadi
perbedaan pendapat soal kalender semata. Sementara suasana Timur Tengah
sengaja dia tampilkan secara kental karena lulusan Fakultas Hukum
Kristen Malang (1992) ini yakin bahwa tradisi Kristen memang lebih dekat
ke Timur Tengah ketimbang ke Barat.
Kristen
dan Islam berakar dari induk yang sama, yakni millat Ibrahim. Ini harus
lebih meyakinkan kita, sekaligus kritik buat Kristen di Barat sana
bahwa Timur Tengah lebih dekat untuk budaya Kristen ketimbang Barat,
kata Bambang dalam orasi ilmiahnya. "Kalau di antara dua agama itu
seolah ada kesenjangan, kita memang harus melakukan pertobatan budaya".
Pernah
mendalami Kristen dua tahun di Timur Tengah. Bambang mengatakan
kerukunan umat kedua agama sangat fantastis di sana. Kanisah (gereja)
berdampingan dengan masjid di negara-negara Timur Tengah adalah hal
biasa. "Makanya, kalau penganut kedua agama ini gampang diadu domba di
Indonesia, saya yakin pemahaman kita tentang agama masing-masing harus
lebih ditingkatkan lagi" tegasnya. Komaruddin membenarkan pendapat itu.
Semakin jauh umat Islam dengan masa keemasan Rasulullah, katanya,
semakin jauh pula pemahaman mereka tentang Islam yang (seharusnya)
toleran dan akomodatif. Dia mengalogikannya dengan Jakarta, kota
megapolitan tempat pertemuan segala ideologi, agama, dan wacana ilmiah.
Di kota ini, Bambang bisa dengan leluasa menyelenggarakan malam Natal
dengan mengundang kalangan Islam, sebagaimana para akademis Muslim di
kampus-kampus biasa memanggil seorang Romo untuk berdiskusi tentang
agama.
"Tapi
di Maluku, yang jauh dari Ibukota, mustahil kita bisa menyelenggarakan
acara serupa ini". jelas dosen Pascasarjana IAIN Jakarta itu. "Lagi pula
di Maluku banyak rempah-rempah. Sejak zaman penjajahan orang berebut
datang ke sana, dan seringkali berperang karena rempah-rempah".
Helmi Hidayat (Sumber Tekad No. 14.7-13 Februari 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar